Seorang pendidik yang bijaksana akan memperhatikan segala hal yang berhubungan dengan anak didiknya dari segi intelektual, emosional, kesihatan fizik, dan persiapan mentalnya. Ia akan memilih cara yang paling tepat, aman dan bijaksana bagi setiap anak didik yang akan dicerahkan. Dasarnya adalah kelembutan.
Pada suatu hari, ketika Rasulullah s.a.w. dan sejumlah sahabat sedang berada di masjid beliau di Madinah, tiba-tiba muncul seorang Arab Badwi. Ia langsung menuju ke salah satu penjuru masjid. Apa yang ia lakukan di situ? Sungguh luar biasa: ia membuang air seninya. Pantas para sahabat dengan serentak membentak: “Hei, berhenti, berhenti….jangan kamu kencing di masjid.” Mereka pelik dan sangat berang.
Orang Arab Badwi itu juga pelik dan bingung, ia tidak membayangkan akan diperlakukan begitu. Rasulullah s.a.w. yang juga menyaksikan peristiwa itu, tentunya ikut terkejut. Namun beliau mampu menguasai emosi. Dengan cepat beliau berkata, menegur para sahabat: “L? tuzrim?hu. Jangan kalian ganggu dan potong kelancaran kencingnya.”
Kini para sahabat yang heran mendengar instruksi Rasulullah tersebut, namun mereka mematuhinya dengan tulus. Orang Badwi itu pun kembali melanjutkan kencingnya hingga benar-benar selesai. Kemudian Rasul s.a.w. memanggilnya, dan dengan segala kelembutan beliau berkata memberinya pelajaran: “Rumah-rumah Allah tidak tepat untuk dijadikan tempat buang air kecil dan segala sesuatu yang bersifat najis. Rumah-rumah Allah hanya difungsikan untuk ibadah dan berdzikir kepada Allah, shalat, dan membaca Al-Qur’an.”
Kemudian beliau menugaskan salah seorang dari sahabat untuk mengambil air dan membersihkan bahagian masjid yang ternajis oleh kencing orang Badwi itu dengan menggunakan air yang dibawanya.
Demikianlah akhlak Nabi yang mulia. Dengan kepala dingin dan berfikir jernih penuh kelembutan, beliau mengatasi persoalan yang tak menyenangkan dengan cara yang simpatik. Cuba bayangkan apa yang bakal terjadi seandainya beliau biarkan saja di antara sahabat ada yang bertindak keras kepada Arab Badwi yang bodoh dan tidak berbudaya tersebut? Boleh jadi terganggu dan takut yang diakibatkan oleh teriakan dan bahkan “pukulan” —bila dibiarkan oleh Rasulullah— akan berakibat buruk pada kesehatan orang itu karena harus menghentikan penyaluran air seni yang sedang meluncur lancar. Boleh jadi pula ketakutan akan membuat orang Badwi itu lari meninggalkan posisinya sehingga air seninya tercecer ke berbagai tempat. Jika itu yang terjadi, sudah pasti air secebuk tak akan cukup untuk membersihkan masjid dari najis-najis yang ditinggalkannya; dan tidak cukup pula untuk ditangani oleh hanya seorang sahabat.
Lebih penting dari itu semua ialah implikasi negatif yang ditimbulkan oleh cerita buruk tentang Islam yang bakal tertanam dalam hati si Badwi yang ketakutan itu; baginya Islam adalah kasar, tidak bersahabat, tidak suci dan lain-lain…..boleh jadi ia tidak akan pernah tertarik lagi dengan masjid, Islam dan Nabi-Nya. Siapakah yang berdosa, orang bodoh yang tidak tahu adat-istiadat atau orang mengerti yang kasar dan tidak empati? Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Sungguh Islam ini mantap, mengagumkan, spektakuler…….. maka perkenalkanlah ia dengan penuh kelembutan.”
http://www.haddad-alwi.com/page/3/
p/s
Faham situasi dan tegurlah dengan berhikmah.Look into the future.Kelembutan itu penting bukan kita menjadi lembut.hehe
No comments:
Post a Comment